Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Unborn 8.0 Yellow Pointer

Blogger news

Minggu, 08 Mei 2011

Pesan Ilahiyah


Peradaban Tak di Bangun dalam Semalam

 Oleh : Rofiq Abidin
Peradaban dunia yang terus terbangun sejak dahulu hingga saat ini merupakan tanda-tanda kemajuan berfikir manusia pada zamannya masing-masing.  Sejarah mencatat bahwa peradaban Islam pada zaman khalifah Harun Al Rasyid (763-809) yang berpusat di Baghdad, Irak, merupakan kebangkitan besar dari subuah peradaban dunia. Karena pada masa itu kebijakan kholifah yang sangat concern dengan pendidikan membuat masyarakat menjadi kaum intelektual. Kondisi itu melahirkan banyak ilmuwan Muslim yang mampu menciptakan berbagai karya di bidang kedokteran, matematika, filsafat, hukum, hingga astronomi. Belum lagi pencapaian peradaban Islam di Andalusia, Spanyol, yang jejaknya masih dapat dilihat hingga sekarang. Saya tak bermaksud hanya euforia dengan pencapaian kegemilangan ummat islam pada saat itu, namun perlu kita ketahui bersama agar kiranya kita sebagai umat islam tidak hanya sibuk memperdebatkan urusan khilafiah dan urusan lainnya yang justru memperuncing perselisihan. Perlu kiranya kita bersama-sama bersatu menjunjung misi rahmatan lil alamin dengan pengusaan ilmu dan teknologi serta pengamalan ajaran Ilahi secara kaffah dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga secara bertahap peradaban islam akan terbangun kokoh karena penguasaan ilmu pengetahuan ummat semakin menunjukkan kearah peningkatan.

Berjihad dengan Ilmu
Ajaran islam tentang jihad menjadi penting kita bahas, karena kita tahu dengan konsepsi jihad yang kurang tepat melahirkan “islamphobia” bagi masyarakat. Al-Ghazali adalah tokoh Islam yang sangat concern terhadap pentingnya pembangunan peradaban ilmu. Itulah mengapa Kitab Ihya’ Ulumid Din diawali pembahasannya dengan bab tentang ilmu (kitabul ilmi). Pada saat perang salib berlangsung, al-Ghazali justru banyak menekankan jihad bil-ilmi. Bukan karena al-Ghazali tidak memahami arti jihad atau tidak peduli dengan perang salib, tapi ada bangunan pondasi yang harus lebih dulu diletakkan sebelum sebuah peradaban dapat tegak berdiri, yaitu pondasi ilmu. Hasilnya bisa dilihat, dari guru semacam al-Ghazali lahirlah generasi hebat Salahuddin al-Ayyubi yang kemudian mampu merebut kembali Jerussalem. Mari kita cermati firman Allah berikut ini :

Dan jangnlah kamu taati (ikuti) orang-orang yang ingkar dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al Qur’an dengan jihad yang besar (QS. Al Furqaan : 52)

Perintah Allah ini merupakan pedoman kita untuk melakukan jihad dengan ilmu Allah, yakni Al qur’anul karim. Bukan berarti penulis menafikkan jihad dalam konsep perang fisik (qital), namun penerapan jihad ini perlu kita lakukan dalam watku yang tepat dan perlakuan yang proporsional, sehingga tidak menimbulkan kemudharatan. Indikator kemajuan sebuah peradaban adalah penguasaan ilmu pengetahuan, maka peran penting yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
1.    Orang tua
Sebagai pintu pengetahuan pertama seorang anak adalah orang tua, yang menjadi tauladan dalam setiap ucapan, sikap dan tindakannya. Perlu kiranya orang tua menanamkan kepada anak untuk memegang teguh keimanan dan memberikan keleluasaan untuk membangun keratifitasnya dan wawasannya. Sehingga kelak memiliki konsep diri, tahu posisi dan peranannya sebagai generasi Islam yang akan membuat sejarah peradaban Islam.
2.    Lembaga Pendidikan
Peranan lembaga pendidikan terutama islam sangat ditentukan dari sistem dan muatan materi/kurikulum sekolah. Hendaknya kita terus mengevaluasi kematangan sistem dan output yang telah membaur dimasyarakat, sudahkah sesuai dengan semangat islam atau masih perlu action plan yang labih serius. Di lembaga pendidikan inilah peradaban akan tampak progresnya, bukan sekedar budaya yang bernuansa islam tapi membudayakan kemajuan islam dalam segala sisi kehidupan, baik secara spiritualnya maupun dalam penerapan konseptualnya.
3.    Ulama’ dan Intelektual muslim
Spirit utama memang akan lahir dari sebuah kesadaran, namun satu orang sadar saja tidak cukup membangun sebuah peradaban. Ulama’ dan kaum intelektual muslimlah yang menjadi poros spirit kemajuan islam. Kenapa? Karena ulama’ dan intelektual muslim telah memiliki semangat dan kekuatan ilmu yang matang. Tugasanya hanya perlu menularkan semangat dan keilmuannya ini kepada generasi dan segenap ummat untuk sadar tentang bagaimana Jihad Bil Ilmi merupakan hal yang penting untuk memabangun peradaban islam sehingga mencapai misi islamnya yakni “rahmatan lil ‘alamin”.
Umat Islam harus bangkit dan berjihad melawan kebodohan, keterbelakangan, dan kemiskinan. Salah satu upaya bentuk perlawanan tersebut adalah dengan dengan upaya yang bersungguh (jihad) dalam menguasai ilmu pengetahuan (fil ‘ilmi), kemudian berupaya dengan ilmu pengetahuan tersebut untuk membangun supremasi peradaban Islam (jihad bil ‘ilmi).
Peradaban Tak di Bangun dalam Semalam
Memulai perubahan bukan hal mudah manakala kesadaran lingkungannya tidak mendukung, tapi perlu sebuah keberanian, keteguhan, keuletan dan pengorbanan. Sejarah mencatat betapa seorang pelopor perubahan menjadi satu sorotan lingkungan dan bangsanya, yang terkadang menerima perlakuan kurang adil, karena kurang nyambungnya pola pikir. Coba cermati kisah para nabi dan para rasul, selalu menemukan ujian yang tidak ringan, sebenarnya merekalah para tokoh pelopor peradaban dunia dengan misi “rahmatan lil ‘alamin”. Kedasyatan mereka terletak pada kesabaran mereka yang tetap teguh mengemban misi Dinul Islam dan membangun peradaban islam, demi syiar dan masa depan islam ke depan. Menurut saya ada beberapa hal yang perlu dibangun untuk memulai dan selanjutnya mengokohkan peradaban secara bertahap. Menurut penulis berikut inilah perihal tersebut :
1.    Membangun generasi secara berkelanjutan
Regenerasi secara terprogram akan memberikan jaminan kelangsungan kemajuan suatu Negara, dimuali dari generasi dini (cikal bakal) yang terfasilitasi kreatifitasnya dan intelektuanya akan terus tumbuh kembang menemukan keahlian dan bakatnya. Selanjutnya generasi muda yang tengah matang memiliki semangat untuk terus membangun diri dan bangsanya dengan bekal pendidikan dini yang telah ditempuh sebelumnya. Kemudian generasi pertengahan yang bisa menjembatani keinginan generasi muda hendaknya tetap konsisten dalam misi perubahannya. Generasi senior yang kaya dengan pengalaman dapat memberikan fasilitas dan nasehat atas proses perubahan yang dilakukan dari generasi kegenerasi.
2.    Menata perekonomian secara merata
Ekonomi menjadi hal penting dalam membangun peradaban, karena ekonomi adalah standart fisik kemajuan suatu Negara. Menata perekonomian disamping pakar dalam teoritis, tapi perlu kiranya para praktisi ekonomi yang memiliki kepekaan tinggi dalam menata dan menjaga stabilitas ekonomi.
3.    Menghimpun kreatifitas dan riset-riset scient dan memfasilitasi pengembangannya
Penemuan dan riset-riset para intelektual akan memudahkan kita dalam semua hal. Maka dengan memfasilitasi para generasi masa kini akan menjadi investasi berharga bagi kelangsungan peradaban bangsa di masa hadapan.
4.    Membangun kepercayaan umat
Percaya bisa menjadi hal nomor satu untuk terus menjalin hubungan, apalagi hubungan antara pemimpin dan ummat. Ini bisa dilakukan dengan transparansi keuangan dan progres program yang jelas.

Semoga bangunan ikhtiar yang telah kita bangun dapat menjadi bangunan peradaban yang kokoh, sehingga nilai-nilai ajaran Ilahi tetap tegak dalam segala sisi kehidupan. Oleh karena itu marilah kita tetap jihad bil ilmi untuk menata bangunan peradaban islam demi terwujudnya misi rahmatan lil ‘alamin.

Ragam Ilmu






Tanaman Pendeteksi Bom
Ilmuwan Amerika akhir- akhir ini telah mengembangkan tanaman yang bisa mendeteksi bom. Caranya, mereka "mengajari" protein tanaman untuk mengubah warna saat ada unsur kimia tertentu. Penerapan hasil penelitian ini bukanlah hal yang susah, misalnya, tanaman itu bisa digunakan melingkari gerbang keamanan. Saat teroris mendekat dengan bahan peledak, seluruh bagian tanaman tersebut berubah warna menjadi putih.

Daily Mail melaporkan, tanaman itu bekerja karena reseptor protein dalam DNA tanaman secara alami merespon rangsangan ancaman dengan melepaskan unsur kimia bernama terpenoid untuk menebalkan kulit ari daun, akibatnya daun mengubah warna. Penelitian ini dikerjakan oleh Profesor Biologis University of Colorado, June Medford bersama Markas Besar Angkatan Bersenjata Amerika Serikat, Pentagon. "Tanaman tidak bisa berlari atau bersembunyi dari ancaman, sehingga mereka mengembangkan sistem mutakhir untuk mendeteksi dan merespon lingkungan mereka," kata Profesor Medford.

Para peneliti merancang program komputer untuk memanipulasi mekanisme pertahanan alami
tanaman dengan "mengajari" reseptornya menanggapi unsur kimia bahan peledak serta polutan udara dan polutan air. Reseptor komputer yang didesain ulang tersebut dimodifikasi supaya berfungsi dalam dinding sel tanaman sehingga mereka bisa mengenali polutan-polutan atau bahan peledak dalam udara atau tanah di dekatnya. Tanaman itu mendeteksi senyawa dan mengaktifkan sinyal internal yang menyebabkan hilangnya warna hijau dan mengubahnya menjadi dedaunan putih.

Kemampuan mendeteksi dari
tanaman ini serupa bahkan lebih baik daripada anjing pelacak. Sifat deteksi itu bisa digunakan untuk tanaman apapun dan bisa mendeteksi beberapa polutan sekaligus. Dengan dukungan dari U.S. Defense Threat Reduction Agency, Profesor Medford dan timnya kemungkinan tidak lama lagi akan membawa penemuan mereka ini ke "dunia nyata." Penelitian itu muncul dalam jurnal PLOS ONE.

Sejak Kapan Obat Anti Nyamuk Melingkar? Inilah Sejarahnya
Mungkin diantara anda, ada yang belum tahu sejak kapan bentuk obat nyamuk itu melingkar seperti saat ini. Inilah sejarah singkatnya seperti dimuat dalam detik.com. Meski berbagai jenis obat nyamuk terus dikembangkan, obat nyamuk bakar masih saja bertahan dengan penampilannya yang legendaris. Bentuk spiral pada obat nyamuk paling merakyat itu tidak berubah sejak tahun 1902.
Obat nyamuk bakar atau mosquito coil merupakan dupa dibuat dari bahan pyrethrum yakni serbuk hasil pengeringan bunga Chrysanthenum. Namun saat ini bahan itu digantikan oleh pyrethoid, yakni produk sitesis atau tiruan dari pyrethrum.
Dalam bentuk serbuk, penggunaan pyrethrum sebagai pengusir serangga sudah dikenal di Persia sejak tahun 400 SM dan mulai masuk ke AS dan Eropa pada abad ke-19. Bentuk batangan yang mudah digunakan baru dikembangkan mulai tahun 1890-an oleh seorang pengusaha asal Jepang, Eiichiro Ueyama.
Pyrethrum dicampur serbuk gergaji dan pati sehingga membentuk pasta agar bisa dipadatkan. Karena kebetulan Eichiro juga seorang pengusaha jeruk mandarin, ia menambahkan kulit jeruk yang dikeringkan dalam campuran tersebut agar lebih ampuh mengusir nyamuk.
Dibandingkan bentuk serbuk yang harus dibakar dengan tungku, obat nyamuk buatan Eiichiro sudah lebih mudah digunakan. Namun karena pendek dan tipis, dupa tersebut cepat habis saat dibakar dan asapnya hanya sedikit sehingga harus dibakar 3-4 batang sekaligus agar efektif mengusir nyamuk.
Gagasan untuk membuat bentuk yang lebih tebal dan panjang muncul atas saran Yuki, istri Eiichiro pada tahun 1895. Namun Eiichiro kesulitan untuk memenuhinya, sebab dupa yang panjang tentunya tidak praktis karena akan memakan tempat.
Butuh waktu 7 tahun untuk menemukan bentuk sesuai yang diharapkan. Baru akhirnya pada tahun 1902, ia mulai menemukan ide untuk membuat dupa itu dalam bentuk yang panjang namun tidak memakan tempat yakni coil atau melingkar.
Meski awalnya menggunakan cetakan, bentuk spiral itu juga sempat dibuat dengan melengkungkannya secara manual. Di Jepang, cara manual itu masih bertahan hingga tahun 1957 saat ditemukannya mesin pencetak yang bisa memproduksi obat nyamuk dengan skala industri.