DIET
TV UNTUK ANAK
Pernahkah sesekali menghitung, berapa jam dalam sehari kita
membiarkan anak-anak menghabiskan waktunya untuk menonton TV?
Penelitian UNDIP dalam
menyiapkan baseline data untuk Pendidikan Media 2008, mendapati mayoritas
anak-anak yang diteliti mengaku menghabiskan waktu 3-5 jam pada hari sekolah
dan 4-6 jam pada hari libur untuk menonton televisi. Bahkan beberapa dari
mereka secara ekstrem mengaku menonton teve 16 jam pada hari libur!
Kenapa ya, anak
suka menonton TV?
Menurut Rubin, seorang
peneliti media, beberapa motivasi bagi anak dan remaja menonton televisi
antara
lain:
1. Relaksasi. Bagi
banyak anak, menonton membuat mereka rileks dan santai.
2. Menjadi
teman. Menonton televisi ibarat teman yang membuat anak tidak merasa
kesepian.
3. Karena
kebiasaan. Saking seringnya dilakukan, menonton televisi bisa menjadi
kebiasaan. Apalagi kalau tidak ada aturan menonton televisi di rumah.
4. Menghabiskan waktu. Banyak anak yang
akhirnya lari ke televisi karena tidak punya kegiatan lain yang harus
dilakukan. Banyaknya waktu luang membuat mereka menonton televisi.
5. Untuk interaksi sosial. Menonton televisi
bisa menjadi kegiatan bersama dengan teman-temannya. Selain itu, menonton
televisi bisa menjadi bahan obrolan yang mengasyikkan dengan teman dan sahabat.
6. Mendapatkan informasi. Televisi dianggap
dapat memberikan info mengenai hal-hal baru dan kejadian di sekeliling mereka.
7. Seru, menarik dan semangat. Bagi banyak
anak, menonton televisi itu seru, menarik dan membangkitkan semangat.
8. Melarikan diri (escape). Melepaskan diri
dari kewajiban, keluarga atau hal yang tidak ingin dikerjakannya.
9. Hiburan. Televisi adalah hiburan yang
murah meriah, mudah didapat di mana saja.
Kenapa harus Diet?
Alasan pertama adalah,
banyaknya tontonan kekerasan dan supranatural.
Hendriyani dkk (2009)
menemukan bahwa program anak-anak yang tersedia mulai pukul 04.30-20.00 WIB
adalah program impor yang berkategori animasi, yang temanya sebagian besar
kekerasan dan supranatural. Adegan kekerasan berpotensi menbuat anak meniru
kekerasan serupa. Mungkin kita masih ingat kasus seorang anak yang meninggal
setelah dipelintir ketiga temannya yang meniru adegan Smackdown, beberapa waktu
yang lalu.
Hati-hati juga dengan
tayangan berita kriminal di televisi, hal ini dapat mengganggu pola pikir anak.
Misalnya berita pembunuhan atau bunuh diri dengan memperlihatkan kondisi
mayat yang mengenaskan. Anak-anak bisa jadi terinspirasi dan meniru
bentuk penyelesaian masalah yang dilihat dari televisi, tanpa mempertimbangkan
dampaknya.
Sedangkan tayangan supranatural
berpotensi syirik yang akan mengotori akidah anak-anak kita. Anak akan
terpesona dengan kekuatan benda ghaib, tokoh jagoan dan melupakan kekuasaan
Allah.
Alasan kedua banyaknya
tayangan yang tidak bermutu.Sebagian besar data yang
disajikan stasiun televisi adalah data yang tidak berguna (data smog,
istilah David Shenk) yang tidak akan dapat memberi manfaat untuk buah hati
kita.
Ketiga, mengganggu
interaksi sosial.Anak yang sudah kecanduan televisi, cenderung malas untuk
berinteraksi sosial dan menjadi pasif. Interaksi dengan teman dan keluarga
digantikan dengan keasyikan menonton suguhan di layar kaca. Begitu pula
kesempatan mengembangkan minat akan hilang, sebab minatnya hanya tertuju pada
televisi.Hal ini tentu tidak baik terhadap perkembangan sosial, motorik
maupun emosionalnya. Anak akan lebih sulit bekerjasama dan mengendalikan
emosinya.
Keempat, ’Coach Potato
Problem’.Duduk berlama-lama menonton televisi menyebabkan kegiatan fisik
anak-anak berkurang. Dan jika nonton dilakukan sambil ngemil, dapat timbul
gangguan ’Coach Potato Problem’ atau kegemukan. Istilah ini menggambarkan
postur tubuh anak yang seperti kentang duduk. Bentuk tubuh ini dapat mengganggu
pengembangan motorik kasar dan motorik halusnya.
Kelima, dapat
menyebabkan gangguan fisik.Pada beberapa kasus di
jepang, sejumlah film kartun atau games dengan komposisi gambar dan warna serta
adegannya menimbulkan kejang-kejang pada anak. Gangguan ini muncul karena
memang tayangan itu langsung berhubungan dengan mata dan saraf. Apalagi jika
anak kerjanya hanya menonton televisi, hingga akhirnya kecanduan televisi.
Hati–hati jika anak :
· Kegiatannya hanya
menonton televisi, melakukan segala sesuatu sambil menonton televisi.
· Malas bergerak.
· Malas melakukan kegiatan
lain yang dulu sangat diminati.
· Malas berinteraksi,
menarik diri dari pergaulan.
· Selalu membicarakan
segala sesuatu yang berkaitan dengan tontonannya.
· Menjadi mudah marah dan
sensitif ketika diminta berhenti menonton.
· Belajar terganggu, malas
mengerjakan PR dan sulit memusatkan perhatian.
Karena jika ada
gejala-gejala di atas berarti anak kita sudah ketergantungan dengan
televisi. Hal ini tentu akan mengganggu akademisnya juga. Naudzubillah.
Nah, bagaimana caranya menerapkan diet televisi
kepada anak-anak kita?
1. Mulai dari diri
sendiri.
Keteladanan akan
membekas pada diri anak kita. Karena kalau anak sering melihat kita menonton
televisi, anak pun akan meniru kebiasaan kita.
2. Jika memungkinkan,
diskusikan bahaya televisi untuk anak dengan orang-orang di rumah.
Hal ini akan menyamakan
pandangan seluruh penghuni rumah tentang televisi dan lebih jauh mendukung
program diet televisi. Kesamaan nilai akan mempengaruhi keberhasilan program
ini. Jika kita ketat terhadap televisi, tapi yang lain tidak, program ini sulit
untuk berhasil.
3. Membuat aturan
menonton televisi.
Termasuk waktu menonton,
jenis, tontonan dan lamanya menonton. Menonton televisi bisa dijadikan reward and
punisment atas perilaku baik atau kedisiplinan anak. Misalnya boleh
menonton televisi kalau sudah mandi dan makan atau belajar. Sebaliknya, jam
menonton dikurangi jika anak sulit mandi atau makan.
4. Pendampingan ketika
menonton televisi.
Selain menciptakan
kebersamaan, pendampingan kita untuk menonton televisi adalah kesempatan untuk
mengklarifikasi hal yang tidak tepat, atau menerangkan hal yang belum jelas
untuk anak.
5. Membuat
sebanyak-banyaknya alternatif kegiatan.
Akan lebih mudah ketika
kita membuat jadwal harian anak-anak, beserta berbagai kegiatan yang menarik, seperti
bersepeda, membersihkan kamar, berkebun, memberi makan hewan peliharaan, dan
lain-lain. Selain mencegah anak-anak dari menonton televisi, hal ini
menyenangkan dan bernilai edukatif bagi anak.
7. Menciptakan nuansa
spiritual di rumah.
Suasana spiritual yang
kental akan membangun akidah dan moral anak sehingga diharapkan dapat menjadi
benteng atas pengaruh televisi yang tidak baik. Kita bisa membiasakan shalat
tepat waktu dengan mengajak anak, ketika adzan TV dimatikan, dan mengaji pada
waktu-waktu tertentu, serta menceritakan kisah-kisah yang mengandung nilai
moral dan spiritual.
Ayah, Bunda, semoga
Allah memudahkan program diet televisi kita semua. Aamiin.