Wanita Shalihah, Sang Tiang Negara
Oleh : Eri Rindaningsih
''Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.'' (QS At-Taubah: 71).
Sebagai makhluk ciptaan Allah Swt, dalam beberapa hal pria dan wanita memiliki hak dan kewajiban yang sama. Mereka sama-sama wajib memenuhi ibadah kepada Allah Swt, sama-sama wajib untuk mencintai Allah dan rasul-Nya lebih daripada yang lainnya serta sama-sama wajib dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Mereka sama-sama berhak mendapatkan surga, sama-sama berhak untuk didengarkan pendapatnya dan yang lainnya. Dengan demikian, jelaslah, bahwa syariat Islam itu tidak bias gender, tidak bias kelelakian, dan tidak bias keperempuanan. Selain memberikan hak dan kewajiban yang sama, Allah juga memberikan keistimewaan kepada masing-masing pria dan wanita dalam rangka mengabdi kepada-Nya. Allah menciptakan keistimewaan ini bukanlah untuk menjadi alasan yang satu untuk meremehkan yang lain, tetapi supaya satu sama lain saling melengkapi dan menyadari bahwa mereka tak bisa hidup secara normal tanpa kehadiran yang lainnya.
Bagi muslimah sendiri, ada beberapa peran penting yang musti dilaksanakan sesuai fitrah penciptaannya, yaitu :
a. Dalam Lingkup Domestik
1. Sebagai istri
Banyak sekali hadist yang mengabarkan tentang pentingnya peran wanita dalam rumah tangga, khususnya perannya menjadi sahabat bagi suaminya. Hal ini berarti bahwa wanita yang telah dan akan menjadi istri sangatlah besar pengaruhnya pada aktivitas sang suami. Kita bisa melihat banyak sekali sahabat dan tokoh-tokoh besar, mereka pastilah memiliki pasangan hidup yang luar biasa. Nabi Muhammad juga memiliki pendukung yang sangat luar biasa. Peran ini akan berefek besar bagi peradaban manusia, sehingga menjadi patokan penting bagi muslimah, dan juga dalam mewujudkan masyarakat yg baik.
"Para suami merupakan pakaian untuk kamu, dan kamu pun menjadi pakaian untuk mereka" (Q.S. Al- Baqarah : 147)
2. Sebagai ibu untuk anak-anaknya, menjadi pendidik pertama dan utama.
Anak adalah cerminan orangtua, anak yang baik biasanya lahir dari keluarga yang baik pula. Oleh Allah Swt, seorang ibu telah ditempatkan pada kemuliaan yang sangat tinggi menyangkut masalah pendidikan anak. Itulah mengapa tolak ukur seorang anak ditentukan dari ibunya. Bahkan penelitian yang sekarang ada menemukan bahwa anak-anak yang kurang atau mendapatkan belaian dan pelukan dari ibunya akan lebih mudah terserang penyakit daripada yang sering dibelai dan dipeluk ibunya. Pendidikan yang baik sejak dini akan melahirkan generasi yang taat pada Allah dan merindukan tegaknya Islam.
b. Dalam Lingkup Publik
Seorang muslimah dengan tanpa melupakan tanggung jawab sebagai ratu rumah tangga ia juga memiliki peran dan tanggung jawab untuk berkiprah dimasyarakat. Surah At- Taubah ayat 71 di atas juga menjelaskan bahwa tugas wanita dalam pandangan Islam bukan seputar sumur, kasur, dan dapur semata. Namun, juga ada aktivitas dakwah dan amar makruf nahi mungkar yang dalam skala tertentu bisa merupakan aktivitas politik tingkat tinggi. Sebagai contoh, tatkala Khalifah Umar mengumumkan kebijakan larangan mahar tinggi, seorang wanita memprotesnya lantaran kebijakan itu bertentangan dengan firman Allah, ''Sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali daripadanya barang sedikitpun.'' (QS An-Nisa: 20). Khalifah Umar pun langsung mengoreksi kebijakan itu.
Masih banyak kisah lain yang menunjukkan peranan politik penting muslimah di masa kejayaan Islam. Seperti halnya Aisyah Ummul Mukminin yang berperan aktif sebagai guru bagi para sahabat. Atau contoh lain dari peran muslimah sebagai da’iyah bagi masyarakat adalah Asy-Syifa yang bertugas sebagai administrator pasar pada masa pemerintahan Umar. Atau Ummu Habi’ binti Abu Thalib yang berperan aktif dalam politik ketika terjadi Fathul Makkah, dan masih banyak lagi contoh yang lainnya. Maka jika muslimah punya peluang utk melakukan perannya bagi masyarakat, sekecil apapun itu, maka lakukanlah, Insya Allah akan lebih baik dalam mencerdaskan bangsanya.
Namun sekali lagi, kiprah di publik ini tentunya bukan lantas menjadikan muslimah keluar dari area fitrahnya, yakni sebagai ibu bagi anak-anaknya dan istri bagi suaminya.
Nah, mengingat peranan- peranan yang begitu mulia dan tidak ringan tersebut, seorang muslimah tentu dituntut untuk memiliki kemampuan dan karakter pribadi yang excellent. Seorang muslimah hendaknya mampu melakukan tiga hal berikut ini :
1. Tarbiyah Dzatiyah
Tarbiyah Dzatiyah (self education) atau pembinaan pribadi merupakan kekuatan utama yang mampu membentuk muslimah dengan kepribadian unggul. Dan hal ini bisa dilakukan dengan cara:
a. Menambah/meningkatkan iman dan ruhiyah
b. Membangun akhlak dan penampilan agar mampu berperilaku lemah lembut, kasih sayang, dan suka membantu orang lain.
c. Memahami ilmu dan system Islam
d. Menjaga fisik dan aktivitas amal
2. Menata Waktunya
Seorang muslimah harus mampu menata waktunya seefektif mungkin. Setidaknya ada empat hal yang harus mendapatkan perhatian khusus yaitu :
a. Waktu untuk agamanya
Seorang muslimah harus mampu memperhatikan apa saja yang diperintahkan Allah dan yang di larang-Nya, setiap waktunya harus senantiasa komitmen dalam ketakwaannya.
b. Waktu untuk akalnya
Muslimah harus mempunyai waktu khusus untuk mengasah akalnya, sehingga ia bisa tampil cerdas dalam memahami ilmu dan mampu mengatasi persoalan dengan bijaksana.
c. Waktu untuk rumahnya
Maksudnya yaitu, seorang muslimah hendaknya mampu mengoptimalkan waktu untuk rumahnya dengan cara :
1. Mendasari rumahnya dengan takwa
2. Menjauhkan diri dari bermegah-megahan dan kemewahan
3. Mampu mengatur anggaran keluarga dengan baik
4. Menjadikan rumahnya sebagai syurga (Baiti Jannati) bagi seluruh anggota keluarga.
d. Waktu untuk masyarakat
Sebagai bagian dari masyarakat, seorang muslimah harus meluangkan waktunya untuk menunaikan kewajiban sosialnya, misalnya menyempatkan diri untuk bersilaturahim, menjenguk tetangga yang sakit, ta’ziyah, memberi hadiah, membantu tetangga yang punya hajat, dan lain-lain.
3. Melakukan aktivitas yang mendukung profesionalitas kerja (Itqonul Amal)
Sudah jelas Allah menciptakan manusia dengan berbagai potensi yang dimilikinya, yang merupakan sebuah anugerah kenikmatan dari-Nya. Namun tidak sedikit dari kita kurang begitu menyadari akan potensi yang dimilikinya. Oleh karena itu seyogyanya kita menggali potensi yang ada dalam diri kita ini, tidak terkecuali muslimah. Setelah mengetahui potensinya tersebut, maka ia harus terus berupaya mengembangkan potensinya itu agar nantinya ia mampu beraktifitas secara profesional (itqon), sehingga bisa mendukung kebangkitan umat.
Demikianlah, betapa peran seorang muslimah dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara sangatlah luar biasa dan mulia. Oleh karena itu, pantaslah dikatakan wanita sebagai tiang negara. Jika sebagai tiang dia lengah, ambruklah negaranya. Na'uzubillahiminzalik.
Akhir kata, esensi peran seorang muslimah adalah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menjadi wanita shalihah. Wanita yang akan dicintai dan disayangi oleh Allah dan rasul-Nya, orangtua dan keluarganya, sahabat-sahabatnya, suami dan anak-anaknya. Tidak ada kata terlambat, persiapkan diri mulai saat ini juga.
“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik- baik perhiasan adalah Wanita Shalihah.”(HR. Muslim)