ALQUR’AN DAN AKUNTANSI
Akuntansi
merupakan cabang Ilmu Ekonomi yang mengalami perkembangan yang pesat disemua
sektor baik swasta maupun pemerintah. Yang namanya perusahaan modern pasti
menerapkan dan memakai standar akuntansi dalam pelaporan keuangannnya. Yang
membedakan sistem akuntansi dengan sistem ekonomi klasik yaitu sistem akuntansi
memakai sistem yang dikenal dengan nama double entry atau lazim dikenal Debet
dan Kredit. Praktisi akuntansi dikenal sebagai akuntan.
Jauh
sebelum Luca Pacioli (abad 15 M) menulis buku “Summa de Arithmatica Geometria
et Propotionalita” dengan memuat satu bab mengenai “Double Entry Accounting Sistem”,
Al Quran yang agung di abad 7 M sudah berbicara tentang Akuntansi melalui surah
Al Baqarah: 282 yang berbunyi : “Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalahtidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah ah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnyaorang
yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendakl atau
lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah
walinya mengimlakkan dengan jujur…”
Yang
menambah luarbiasa adalah ayat Akuntansi ini merupakan ayat terpanjang dalam
Qur’an, sepertinya Allah sudah memberikan isyarat bahwa cabang ilmu yang satu
ini menempati tempat yang khusus. Bangsa Mesir kuno sudah lama mempraktekkan
prinsip pencatatan keuangan, namun masih sangat sederhana. Bangsa Mesir belum
mengenal dengan baik sistem bilangan. Sistem bilangan baru berkembang setelah
angka NOL di temukan oleh ilmuwan muslim bernama Muhammad bin Musa Al Khawarizmi.
Ditemukannnya angka NOL seperti membuka tabir ilmu Matematika dan sejurus
kemudian mempengaruhi perkembangan Ilmu Akuntansi. Perlu diketahui Bangsa
Romawi sangat kesulitan dalam penjumlahan sebelum angka NOL ditemukan.
Sebenarnya klaim Luca Pacioli sebagai Bapak Akuntansi kurang pas, berhubung
Khalifah Islam dan para pedagang muslim lebih dahulu menerapkan double entry
dalam pencatatan mereka. Angka 0 sampai 9 yang kita kenal sekarang merupakan
peninggalan dari peradaban Islam.
Selain itu dalam
peradaban Islam, sudah dikenal Baitul Mal yaitu lembaga keuangan yang berfungsi
sebagai Bendahara Negara. Baitul Mal itulah yang menjamin kesejahteraan sosial
masyarakat.Bahkan masyarakat muslim itu sudah mempunyai akuntansi yang di
sebut Kitabat al
Amwal. Kitab yang merupakan sebuah mahakarya tentang ekonomi yang
dibuat oleh Abu
Ubaid – seorang ahli ekonomi Islam – yang menekankan beberapa
issu mengenai perpajakan, hukum, serta hukum administrasi dan hukum
international.
Nabi Muhammad pada masa hidupnya juga telah
mendidik para sahabat untuk menangani profesi Akuntan dengan sebutan “Hafazhatul amwal” atau pengawas
keuangan. Dalam ayat terpanjang di atas, Qur’an berbicara tentang perdagangan
dengan cara kredit. Ini sangat menarik pada abad ke-7 ketika hampir semua
transaksi penjualan tunai, Qur’an justru bicara panjang lebar tentang penjualan
kredit. Fenomena penjualan kredit hal yang lumrah dalam perdagangan modern
sekarang, di dunia kurang lebih 80% transaksi penjualan dalam bentuk pembayaran
kredit, belum lagi fenomena menjamurnya kartu kredit.
Prinsip kejujuran dan akuntabilitas sangat
ditekankan dalam pembuatan laporan keuangan. Pembuatan laporan keuangan baik
Laporan neraca dan Laporan laba rugi sangat dipengaruhi pada sifat kejujuran
seorang akuntan. Informasi dari laporan keuangan bisa sangat menyesatkan bila
dibuat tidak sesuai kondisi riil yang ada. Di Indonesia praktek kecurangan
akuntansi terjadi di 90% perusahaan. Kecurangan paling banyak timbul pada pembuatan
laporan keuangan untuk perpajakan selain untuk kepentingan di pasar modal.
Praktek kecurangan ini kemudian dimanfaatkan para mafia perpajakan yang
merugikan negara. Kasus laporan keuangan Bank Summa tahun 90-an dulu merupakan
salah satu contoh perbuatan yang bertentangan dengan ayat Qur’an di atas,
laporan audit wajar tanpa pengecualian hanya kebohongan. Dan kebohongan dibayar
mahal dengan likuidasi Bank Summa. Begitu pula dengan praktek manipulasi
laporan akuntansi Pertamina yang hampir merugikan negara sebanyak 14 trilyun
rupiah. Di Amerika Serikat sebuah perusahaan besar bernama Enron Corp harus
bubar karena kecurangan laporan keuangan, dan berbuntut pula pada pembubaran
kantor akuntan public ternama Arthur Andersen. KAP Arthur Andersen sengaja
membuat laporan audit palsu, bubarnya kedua perusahaan ini menyisakan puluhan
ribu pengangguran. Bahkan di negara barat nilai-nilai kejujuran (fairness)
sangat dijunjung tinggi.
Prinsip kejujuran laporan keuangan juga
terdapat dalam surah Asy-Syu’ara ayat 181-184: ”Sempurnakanlah takaran dan
janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan
timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan
janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah
kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu.” Kebenaran
dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut, menurut Dr. Umer Chapra juga
menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya, dan laba
perusahaan, sehingga seorang akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan
adil.
Agar pengukuran tersebut dilakukan dengan
benar, maka perlu adanya fungsi auditing. Satu hal yang menarik dalam surah Al
Baqarah 282 adalah ayatnya 282? Seolah-olah angka 8 diapit oleh angka 2 yang
bisa dilihat sebagai prinsip keseimbangan kiri dan kanan… mungkinkah yang
dimaksud dalam ayat ini bahwa manusia di dunia selalu diawasi oleh kuntan
pribadinya yang setia mencatat amal kebaikan dan keburukan, akuntan itu tidak
lain bernama Ratib dan Atib. Dan 2 yang lain adalah kelak di akhirat nanti amal
ibadah kita di audit oleh Auditor Allah yang bernama Munkar dan Nakir… Wallahua’lam.
(dari berbagai sumber)
0 komentar:
Posting Komentar