Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Unborn 8.0 Yellow Pointer

Blogger news

Jumat, 05 April 2013


100 Dollar dan Kasih Sayang Ibu - Anak


Dia adalah seorang anak yang terlahir dalam keluarga miskin yang kesusahan, ayahnya wafat pada saat usianya tiga tahun, ibunya mencari nafkah dengan mencuci pakaian orang. Maka dia sadar kalau dirinya harus bekerja keras. Pada usia 18 tahun, dia berhasil masuk perguruan tinggi dengan nilai yang tinggi. Demi mencukupi biaya sekolahnya, ibunya pernah menjual darah, namun dia berpura-pura tidak tahu, sebab takut melukai hati ibunya. Dia sendiri pernah menjual darah secara sembunyi- sembunyi tanpa diketahui ibunya, mengangkut batu sampai tangannya berdarah, juga menjual koran, demi sedikit meringankan beban ibunya.

Pada masa liburan musim dingin tahun kedua, dia pulang ke rumah dan melihat ibunya sedang mencuci pakaian orang dalam cuaca sangat dingin, kedua tangan ibunya sampai pecah- pecah karena kedinginan. Ibunya berkata: “Pekerjaan lain sulit ditemukan, jadi hanya bisa mencuci pakaian, sehelai pakaian upahnya satu dollar, semua ini adalah pakaian orang kaya, mereka takut pakaiannya rusak kalau mempergunakan mesin cuci.”

Hari itu, ibunya menerima upah kerjanya dan berkata dengan gembira: “Anakku, ibu mendapatkan upah 200 dollar.”

Sambil berkata ibunya merogoh kocek, siapa sangka ternyata di dalam koceknya hanya tersisa selembar uang kertas pecahan 100 dollar saja.

Seketika ibunya menjadi panik: “Ibu kehilangan 100 dollar.”

Tanpa berkata banyak, ibunya dengan tergesa- gesa pergi ke luar rumah. Di luar rumah sungguh gelap, angin juga kencang dan turun salju, ibu menelusuri sepanjang jalan pulang tadi untuk mencari uangnya. Ya, 100 dollar itu memang sangat penting baginya. Itu adalah biaya hidup ibunya selama sebulan, itu adalah uang makannya selama sebulan.

Setelah sang ibu ke luar rumah, dia pun mengikutinya ke luar rumah. Di luar sangat gelap, ibunya mempergunakan lampu senter untuk mencari uangnya. Tanpa terasa air matanya mengalir turun.
Benar! Itu adalah upah ibunya mencuci 100 helai pakaian. Dia mencari di halaman rumah, juga mencari di jalan, tetapi tetap saja tidak ditemukan. Jika pun ada, mungkin sudah dari tadi dipungut orang lain.

Ibunya bolak- balik tiga kali untuk mencari uangnya. Dia berkata kepada ibunya dengan hati pilu: “Ibu, tidak usah cari lagi, nanti sesudah hari terang baru kita cari lagi.”

Namun ibunya tetap bersikeras ingin mencari, cahaya dari lampu senter di kegelapan malam seakan menikam lubuk hatinya dan membuat rasa sakit tiada terhingga.

Tiba- tiba dia berinisiatif mengambil 100 dollar dari uang biaya hidup yang diberikan oleh ibunya dan meletakkannya di halaman rumah. Dia beranggapan kalau ini adalah jalan terbaik untuk membebaskan ibunya dari kegalauan.

Dan benar, tidak berapa lama dia mendengar ibunya berkata dengan senang: “Anakku, uangnya sudah ditemukan!”

Dia berlari ke luar dan ikut bergembira bersama ibunya. Dengan gembira ibu dan anak kembali ke dalam rumah. Ibunya berkata: “Anggap saja tidak ditemukan. Mari, ini untukmu! Kamu harus makan yang lebih baik, lihat! kamu terlalu kurus nak.”

Beberapa tahun kemudian, dia lulus kuliah dan mendapatkan pekerjaan yang baik. Dia lalu menjemput ibunya untuk tinggal bersama di kota, sejak itu ibunya tidak perlu lagi mencuci pakaian orang.

Tentang uang kertas pecahan seratus dollar itu, dia tidak pernah merasa rela untuk mempergunakan dan terus disimpannya. Itu adalah uang kertas pecahan seratus dollar yang dicari ibunya semalaman, melambangkan kehangatan dan perasaan penuh kasih.

Setelah beberapa tahun kemudian, dia mengungkapkan hal ini dalam suatu kesempatan, sambil tersenyum berkata kepada ibunya: “Ibu, saya yang menaruh uang kertas pecahan seratus dollar itu di sana”. Namun yang mengejutkannya adalah jawaban ibunya: “Ibu tahu”.

Dengan heran dia bertanya, “Bagaimana ibu bisa tahu?” Ibunya lantas menjawab, “Uang yang ibu dapatkan selalu diberi tanda, ada tulisan 1, 2, 3 di atasnya, sedangkan uang kertas itu tidak ada tandanya, apalagi ditemukan di halaman rumah. Ibu tahu kalau itu adalah uang yang kamu taruh karena khawatir ibu galau, sedih. Dalam hati ibu berpikir, karena anak ibu demikian sayang pada ibu, maka ibu tidak boleh mencari lagi, jikalau sudah hilang dan tidak akan ditemukan lagi, kenapa tidak membuat anak ibu tenang hati saja?”

Dia lalu beranjak memeluk ibunya erat- erat dengan mata berkaca-kaca.

Sungguh ibu dan anak yang bertautan hati, mereka selalu memberikan cinta kasih terhangat satu sama lain. Benar sekali, walaupun miskin, namun dengan adanya cinta kasih berlimpah, maka mereka merupakan orang paling kaya di dunia ini.

Pencarian sehelai uang kertas pecahan seratus dollar dalam kisah ini melambangkan dalamnya kasih sayang antara ibu dan anak.

0 komentar: