Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Unborn 8.0 Yellow Pointer

Blogger news

Selasa, 24 September 2013



NGE- BRANDING ISLAM
oleh : Eri Rindaningsih



Mungkin beberapa di antara kita masih ingat cerita tentang bagaimana proses Dr. M. Syafi’i Antonio, M.Ec, salah satu tokoh Ekonomi Syariah, memeluk Islam. Hal yang menarik adalah ketika sang ayah memberikan kebebasan kepada anggota keluarganya untuk memilih agama apa saja, kecuali Islam! Sikap ayahnya ini ternyata berangkat dari image negatif terhadap Umat Islam. Gambaran buruk tentang kaum muslimin dalam benak ayah Syafi'i ini terutama adalah banyaknya Umat Islam yang berada dalam kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan. Selain itu, kejahatan seperti korupsi bahkan sampai mencuri sandal di masjid pun dilakukan oleh Umat Islam sendiri.
Itu di dalam negeri. Bagaimana dengan image Islam di luar negeri? Jangan tanya, lebih parah lagi. Kita semua sering dibuat miris oleh nasib saudara- saudara kita di Amerika, Eropa, dan benua dimana Umat Islam menjadi minoritas, mereka dizalimi, disakiti karena di sana sudah terlalu dalam stereotype bahwa muslim sama dengan teroris.
Apa yang salah? Kita semua sepakat (termasuk Ayahanda Bapak Syafi’i yang melarang anaknya masuk Islam) bahwa Islam adalah ajaran, sistem, din yang terbaik. Islam memiliki sistem nilai yang sangat lengkap dan komprehensif, agama yang dapat menjawab segala macam persoalan hidup sepanjang zaman. Pendek kata, Islam is the best way of life. Jadi? Yup, istilah seperti “Islam KTP” rasanya sudah cukup untuk menjawab pertanyaan itu. Islam ajaran yang sempurna, namun pemeluk- pemeluknya sama sekali tidak mencerminkan kesempurnaan ajaran agamanya itu. Keindahan Islam dinodai oleh perilaku umat yang tidak baik.
Islam memang pernah mengalami masa- masa keemasan. Umat Islam menghasilkan banyak kontribusi terhadap perkembangan teknologi dan kebudayaan, baik dengan menjaga tradisi yang telah ada ataupun dengan menambahkan penemuan dan inovasi mereka sendiri di semua bidang, filsafat, sains, kedokteran, ekonomi, politik, dll. Hei, tapi sadar guys, itu ribuan tahun lalu! Kita selalu membanggakan masa kejayaan Islam yang telah lampau, tapi lalai bagaimana dengan kita sekarang? Apa kita akan terus terlena dalam memori indah itu namun tanpa terasa kita sendiri terus tergilas dengan berbagai image buruk yang melekat karena tidak melakukan apa- apa untuk mengembalikan kejayaan itu? Penggalan hadist “Suatu saat Umat Islam bagaikan buih di lautan” tidak jarang menjadi pembenar atas sikap pasif kita karena menganggap kondisi tersebut sebagai suatu keniscayaan, apapun ikhtiyar kita toh kita nanti memang sudah ditakdirkan seperti itu. Salah besar! Itu bukan ramalan, tapi peringatan! Peringatan bahwa kalau kita malas, nasib kita akan seperti buih, banyak tapi tidak berkualitas.
Mau berkelit seperti apa lagi? Sudahlah, saatnya kita bangun, bangkit, introspeksi, membenahi diri, kita implementasikan ajaran Ilahi secara kaffah, all out, no reserve. Amar ma’ruf nahi munkar. Kita penuhi media dengan prestasi kita, kita jawab tudingan- tudingan miring dan kebencian musuh Allah dengan karya- karya besar dan akhlak mulia kita. Kita ingin seperti apa brand Islam? Seperti apa muslim dikenal? Apakah Umat Islam yang identik dengan kemiskinan, kumuh, korupsi, kyai dengan istri banyak, teroris, perang saudara? Ataukah muslim yang identik dengan kesantunan, akhlakul karimah, perdamaian, prestasi, kemajuan?
Semua tergantung kita.
Bisakah kita perbaiki dari sekarang?
Stay optimistic, Muslim could be better if you really want to. Change it.

0 komentar: