Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Unborn 8.0 Yellow Pointer

Blogger news

Jumat, 09 November 2012

Pahlawan Kejujuran


Menjadi Pahlawan Kejujuran


Oleh : Rofiq Abidin

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar (QS. Al Ahzab : 70)

Sejak dahulu hingga kini sebuah sikap “jujur’ banyak dipesankan oleh orang tua kita, guru kita dan para orang bijak. Melihat fenomena belakangan ini sebuah sikap jujur menjadi barang mahal, bahkan yang bersikap jujur justru bisa dianggap sebuah kesalahan dan bahkan kemunduran. Ironis memang, sebuah kebaikan seolah terpojok oleh sikap-sikap paganisme kejahiliahan. Praktek ketidakjujuran terus menggeliat dinegeri tercinta ini, mulai dari birokrasi pemeritahan, birokrasi pendidikan, lembaga kehakiman, bahkan sampai lembaga keagamaan. Sampai-sampai seorang Dahlan Iskan (mentri BUMN) pernah menyatakan saat memberikan semangat kepada para masasiswa di Universitas Brawijaya Malang beberapa saat yang lalu, “jika bangsa Indonesia ingin maju, maka yang harus dibenahi adalah, yang pertama birokrasi, kedua adalah birokrasi, ketiga adalah birokrasi dan yang keempat adalah birokrasi”. Seorang pengusaha yang sekaligus pejabat negara ini begitu menyelami bahwa penghambat kemajuan bangsa yang paling utama adalah birokrasi yang tidak jujur. Sangat beralasan memang, karena birokrasi Negara Inodonesia ini terkesan begitu njlimet, tidak transparan, tidak jujur dan penuh intrik. Sebenarnya praktek ketidakjujuran sudah menjalar kepada berbagai lapisan  masyarakat, karena budaya ini terus menyilaukan iman dengan berbagai dalih mencari celah pembenaran-pembenaran sikapnya. Dengan semakin kreatifnya orang untuk tidak jujur, maka kita sebagai mukmin sudah semestiya berdiri tegak untuk memegang teguh prinsip-prinsip kejujuran, karena Allah telah mengingatkan para mukmin untuk tetap bertawakal dengan sekuat hati dan tenaga serta berkata jujur ditengah-tengah budaya negatif ketidakjujuran.

Ketidakjujuran Menjadi Tren dan Budaya
Ditengah-tengah dekadensi moral bangsa ini, maka sebagai muslim hendaklah tidak terkontaminasi dengan budaya-budaya tidak jujur. Karena ketidakjujuran itu membawa kemudharatan, mengandung kekecewaan dan menimbulkan perselisihan. Predikat bagi yang jujur pada saat ini memang terkadang memekakkan telinga, misalnya saja “sok suci”, sok oposisi, tidak bisa diajak kerjasama atau bahkan “sok pahlawan”. Bagi yang imannya terjaga rapi, ia akan tetap teguh, namun bagi yang tipis imannya maka ia akan goyah. Ditambah lagi dengan persepsi, “ini sudah zamannya”, jika kita tidak mengikuti kita akan tertinggal. Astagfirullah, sebuah pola pikir jahiliyah yang seolah-oleh didukung secara massal. Coba kita ambil hikmahya dari kisah seorang anak bernama Alifa Ahmad Maulana (Alif) dan Ibunya Siami berani mengungkap contek massal di SDN Gadel II di Surabaya, ia jurtru mendapat tekanan dari teman dan orang tua teman-temannya yang merasa dirugikan. Ini membuktikan bahwa seolah-olah ketidakjujuran telah mendapat legitimasi baik, demi sebuah nilai dan kelulusan. Konon kabarnya ketidakjujuran dilembaga pendidikan sudah bukan menjadi rahasia umum, mulai dari bocoran jawaban, penyuapan saat pendaftaran di sejumlah kampus ternama, samapai membeli sebuah ijazah. Sedemikian bobrokkah negeri ini?. Tindakan jahiliah bukanlah tindakan orang yang tak berpengetahuan, namun tindakan bodoh yang dilakukan oleh kaum intelek/berpengetahuan, ia tahu tindakannya salah dan berdampak negatif bagi dirinya, namun ia tidak mau jujur serta tetap melakukannya. Maka berhati-hatilah dengan berbagai macam praktek ini, karena Allah sudah mengingatkan bagi para mukmin untuk tetap bertawakal dan berkata dengan perkataan yang benar.

Kejujuran Membawa Kebaikan
Jujur pasti mujur, bisakah ungkapan bijak ini berlaku dimasa sekarang ini?. Bagi sebagian kita mungkin akan mengatakan nonsense, namun bagi para sidiqin,  jujur adalah kunci keberkahan. Jujur akan banyak membawa manfaat dalam kehidupan, karena sikap jujur melahirkan sikap berikut ini :
1.      Amanah
Saat kita berlaku dan bersikap jujur, kita telah menggandeng sifat amanah, karena orang jujur bearti ia telah menjadi pribadi yang dapat dipercaya dan pribadi yang memiliki kepercayaan diri  yang begitu kuat. Orang jujur pasti akan berusaha bertanggung jawab penuh dengan pekerjaan dan tugas yang diemban. Karena ia tahu bahwa kejujurannya merupakan sesuatu yang sudah semestinya dilakukan, bukan karena paksaan dan bukan karena tekanan.
2.      Adil
Biasanya jujur gandeng dengan adil, sebuah harapan ummat bagi pemimpin yang  memiliki sifat dan tindakan jujur dan adil. Seorang yang berlaku jujur tidak bisa menerima ketidakadilan, ia akan selalu merasa jika ada yang tidak adil dari tindakan dan keputusannya serta lingkungannya. Dengan kejujuran hatinya ia akan terus berusaha mengubahnya. Maka jika rakyat ingin pimpinan yang adil, carilah terlebih dulu pimpinan yang jujur.
3.      Qona’ah
Seorang yang jujur bukan berarti tidak mau uang, tapi ia akan lebih lega memuaskan bathinnya dengan sikap jujur daripada menggenggam uang yang tidak jelas hukumnya, bahkan nyata-nyata haram. Orang jujur akan mudah bersyukur, ia tidak terkontaminasi dengan intrik-intrik tidak halal yang menggodanya untuk berbuat kejahatan. Ia akan menerima keputusannya untuk bersikap jujur, walaupun mungkin terkesan hidupnya tidak bermewah-mewahan. Ia benar-benar menemukan kepuasan bathin pada sifat dan sikapnya jujurnya, karena jujur membawanya pada qona’ah, tidak boros dalam kehidupan.

Bertahan dalam Kejujuran
Satu-satunya manusia yang layak mendapat nobel kejujuran adalah “Muhammad SAW”. Gelar Al-amin yang disandangnya membuktikan bahwa ia telah diakui oleh masyarakat sekitar sebagai orang yang benar-benar jujur. Bahkan hingga kini ajaran Rasulullah SAW tentang jujur begitu banyak kita temukan dalam hadistnya. Coba kita ingat, saat seorang pencuri ingin masuk islam, Rasulullah SAW memberikan syarat kepadanya untuk tidak berbohong. Sehingga setiap ia mau mencuri ia ingat dengan pesan Rasulullah agar tidak bohong, iapun batal mencuri. Hingga akhirnya ia merasa tidak bisa bersembunyi untuk berbuat mencuri, karena Allah selalu mengawasi dan tentunya hati nuraninya selalu memprotesnya. Sebuah radar yang senyatanya mengawasi jujur dan tidaknya kita adalah nurani. Karena orang yang melakukan ketidakjujuran senantiasa diprotes oleh hati nuraninya, ia senantiasa memberi sinyal bahwa sikap dan tindakannya itu salah, namun terkadang tertutupi oleh keegoan, kesombongan dan kepuasan semu. Jadi untuk bertahan dengan sikap jujur pertama dibutuhkan keyakinan bahwa sikap jujur pasti membawa kebaikan. Selanjutnya untuk bertahan dengan sikap jujur, maka kita perlu mengingat kepuasan hati ada saat kita mengikuti kata hati (kejujuran). Dengan jujur pula kita akan mendapat rahmat Allah, karena Allah ridho dengan orang-orang yang sidiq fil qolbi (jujur dalam hati), sidiq fil lisan (jujur dalam perkataan) dan sidiq fil arkan (jujur dalam perbuatan). Saya rasa tiga alasan utama inilah yang menjadikan seorang mukmin mutlak untuk bersikap jujur. Kita jujur bukan untuk menjadi pahlawan, namun kita jujur karena sudah semestinya untuk berlaku dan bertindak demikian.



0 komentar: