Untuk ukuran laki-laki Mekkah,
Mushab bin Umair adalah seorang yang sangat lembut lagi rupawan. Keluarganya
yang kaya tidak membiarkan ia menjadi laki-laki sejati. Ia teramat dimanja.
Hidup Mushab sangat teratur, pakaiannya senantiasa rapi. Tak sekalipun
terbiarkan rambutnya yang hitam ikal itu kusut. Giginya terawat bersih putih
laksana mutiara. Mushab tidak pantas digolongkan sebagai pemuda Mekkah yang
menjalani hari-harinya dengan keras. Mushab begitu “lembek”. bahkan angin pun
mungkin bisa membuatnya jatuh.Mushab sangat suka memakai wangi-wangian. Orang
akan segera tahu siapa yang lewat ketika Mushab berjalan jalan di sepanjang
lorong kota Mekkah dari wangi yang tercium dari tubuhnya.
Bukan salah Mushab bin Umair jika ia
menjadi seperti itu. Kematian ayahandanya membuat ibunya memperlakukan pemuda
itu dengan begitu hati-hati, lembut dan sangat melindungi. Walau begitu Mushab
sesungguhnya seseorang yang ramah. Ia lebih suka bergaul dengan orang-orang
miskin, karena Mushab merasakan kekayaan keluarganya hanya menjadi beban saja.
Abu Bakar Shidiq diam-diam
memperhatikan Mushab bin Umair. Ia melihat ada potensi dalam diri pemuda manja
itu. Jika Mushab masuk Islam, Mushab akan menjadi suatu pilar dakwah yang
sangat kuat. Dengan teratur dan penuh kesabaran, Abu Bakar mendekatinya. Waktu
itu Mushab berusia 18 tahun.
Benar saja, Abu Bakar tidak
membutuhkan waktu yang terlalu lama untuk mengajak Mushab memeluk Islam. Pemuda
itu langsung tertarik dengan apa yang ditawarkan oleh Abu Bakar. Mushab
mengucap syahadat secara sembunyi-sembunyi. Bukan karena takut akan diketahui
oleh penduduk Mekkah waktu itu. Tapi oleh karena kendala keluarganya yang masih
jahiliyah, Mushab belum berani menunjukkan keislamannya. Ia sangat menyayangi
ibunya, dan ia tahu keislamannya akan menyakiti ibunya. Dari hari ke hari,
Mushab menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagai muslim secara
sembunyi-sembunyi.
Suatu ketika seorang musyrikin
Quraisy memergoki Mushab tengah shalat. Melihat kejadian itu, dengan terkejut
ia mendatangi keluarga Mushab. Semua gempar. Mushab yang akan dijadikan tumpuan
masa depan keluarga ternyata masuk Islam.
Ibu Mushab merasa terkejut
mengetahui keadaan itu. Ia memanggil putranya. Mushab sendiri tidak begitu
terkejut. Ia memang mnyadari bahwa lambat laun keislamannya pasti akan
diketahui oleh keluarga dan lingkungannya. Hanya soal waktu saja. Tak banyak
yang bisa dinyatakan oleh Mushab ketika ia ditanya perihal kebenaran berita
yang dibawa oleh kafir Quraisy yang memergoki sholatnya.
“Ya betul, ibunda. Aku telah lama
menganut agamanya Muhammad. “ ujar Mushab.
Mendengar jawaban tersebut, alangkah
marah ibunya. Mushab diikat dan dikurung. Ia tidak diberi makan dan minum,
hingga kesadarannya hampir hilang. Keluarganya berharap, dengan diberi hukuman
seperti itu, Mushab akan meninggalkan agama yang baru dianutnya. Mushab hanya
berserah diri kepada Allah.
Di tengah penderitaannya, Mushab
mencari-cari jalan agar bisa meloloskan diri. Dia berhasil, Mushab lari dari
rumahnya. Ia berlari dan berlari saja tanpa tujuan yang pasti, sementara
tubuhnya semakin lemah karena tidak ada yang dimakannya. Dengan tenaga yang
tersisa, ia menyusuri jalan-jalan.
Allah tentunya tidak membiarkan
hamba-Nya yang terus-menerus menderita. Di tengah perjuangannya, Mushab berjumpa
dengan suatu rombongan. Suatu kafilah Kaum Muslimin yang akan berpindah ke
Habsyah. Mushab memutuskan dirinya untuk ikut rombongan itu. Ia memohon untuk
serta ke Habsyah. Karena tidak menyusahkan rombongan,Musyhab diijinkan.
Sebenarnya inilah rombongan dari Kaum Muslimin yang pertama kali meninggalkan
Mekkah sebagai cikal bakal rombongan-rombongan selanjutnya dalam proses hijrah
ke Yastrib.
Mushab tidak lama tinggal di
Habsyah. Di kota itu ia merasa keislamnya tidak berkembang. Maklum Rasulullah
saw tidak tinggal di kota itu. Maka akhirnya ia kembali lagi ke Mekkah dan
langsung menemui Rasulullah saw. Ia memutuskan untuk tinggal bersama Rasulullah
saw. Sejak itu setiap hari Mushab mendapat didikan dan gemblengan dari
Rasulullah saw langsung. Islamnya semakin mantap. Banyak pelajaran yang
dikuasainya. Al Qur’an menjadi kehidupan sehari-harinya. Setiap hari, Mushab
keluar satu majelis ilmu ke majelis ilmu lainnya bersama Rasulullah saw, hingga
perlahan-lahan sirnalah sifat manja yang dulu lekat dengannya. Rasulullah saw
telah membentuk Mushab menjadi pribadi yang mempesona.
Benar dugaan Abu Bakar, Mushab
adalah bibit unggul. Di bawah bimbingan Rasulullah saw, Mushab menjadi
seseorang yang fakih dalam agama. Hingga pantaslah ketika nabi memilih Mushab
untuk berdakwah ke Yastrib, menyebarkan Islam. Ini bukan penunjukan
sembarangan. Yastrib adalah kota yang umat Islamnya amat sedikit pada waktu
itu.Hanya ada Asad bin Zurarah. Itupun selama ini ia menyembunyikan identitas
keislamnnya. Maka, kedatangan Mushab bin Umair adalah sebuah misi penting. Ia
yang akan memberi pemahaman tentang hijrah yang kelak akan dilakukan kaum
muslimin Mekkah.Ditemani Abdullah bin Ummi Makhtum, Mushab tinggal di rumah
Asad bin Zurarah. Mereka adalah tiga serangkai pertama yang menyebarkan dakwah
di Yatsrib.
Yastrib sendiri bukanlah kota yang
ramah, terutama bagi para pendatang. Semuanya berjalan tidaklah mudah. Mushab
tetap harus mencari penghidupannya. Ia selalu terbentur oleh modal ketika
hendak berdagang. Maka satu-satunya yang bisa ia lakukan adalah menjadi kuli
angkat barang. Di Yastrib, Mushab sangat menderita. Ini adalah sesuatu yang tidak
pernah ia rasakan ketika bersama keluarganya dulu. Tapi ditengah kondisi
seperti itu tidak sedikitpun takwanya menurun. Bahkan ketaatan dan taqqarubnya
terus meningkat.
Karena masa lalunya yang teramat
dimanja, Mushab bin Umair bukanlah orang yang tegar dan kuat terutama ketika
maju ke medan perang. Rasulullah saw dan sahabat lainnya sangat menyadari itu.
Maka hampir di setiap peperangan, salah satunya Perang Badar, ia hanya bertugas
memegang bendera perang yang panjangnya sekitar 1,5 meter dan lebarnya 1 meter.
Tapi sumbangan terhadap Islam tidaklah diragukan lagi. Simanja itu telah
menjadi mujahid sejati. (islampos)
0 komentar:
Posting Komentar