Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Unborn 8.0 Yellow Pointer

Blogger news

Minggu, 07 Agustus 2011

At Tarbiyah


Mangatasi Kemarahan Anak

Anda pasti setuju jika saya katakan sejak bayi hingga remaja lalu dewasa kita semua pernah marah atau malah sering marah.  Walaupun demikian kenyataannya pada saat anak Anda marah, maka Anda merasa kesulitan menghadapinya. Bahkan Anda tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Seringkali saya mendengar ungkapan orangtua sebagai berikut:

“Setiap pulang sekolah anak saya  langsung masuk kamar, membanting pintu. Kalau ditanya malah marah, berteriak-teriak.”
“Sejak usia dua tahun anak saya suka marah-marah tidak karuan. Kalau kemauannya tidak dituruti dia akan menjerit-jerit dan bergulingan di lantai.”

Saat anak Anda marah, apa yang biasa Anda lakukan?  Memarahinya kembali atau menghiburnya atau memberikan perhatian padanya?  Atau  jika Anda marah pada seseorang apa yang Anda harapkan dari orang tersebut?

Perhatian!
Ya, kebanyakan orang marah karena ingin mendapatkan perhatian. Lalu   mendapatkan apa yang diinginkan, menguasai keadaan, bahkan membuat orang lain merasa bersalah. Sama halnya ketika seorang anak marah-marah di toko akibat tidak mendapat mainan yang diinginkan. Setelah anak berteriak-teriak, mengamuk, orangtua pun segera menuruti kemauan anak.  “Sudah-sudah marahnya, mama belikan mainan yang kamu mau.”

Nah, dari respon orangtua tersebut anak belajar bahwa kemarahan bisa mendapatkan apa yang dia inginkan. Untuk itu jangan biarkan anak menggunakan kemarahan untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Jika sejak kecil anak mendapatkan apa yang dia inginkan saat dia marah, maka sampai dewasa anak akan terbiasa akan hal tersebut.

Bagaimana mengatasi kemarahan pada anak?
Ketika seorang anak yang baru mendapatkan adik marah-marah, anak  bermaksud mengatakan, “Saya merasa tersaingi. ” Atau “Hey saya merasa tidak diperhatikan lagi. Saya  butuh perhatian.” Maka ungkapan yang menunjukan empati, pengertian apa yang anak rasakan dapat melunturkan kemarahan anak. Misalnya:
“Kamu merasa tidak disayang lagi oleh mama?  Waktu mama untuk kamu jadi berkurang ya, karena mama harus menyusui adik bayi.  Mama ingin kamu tahu, bahwa mama tetap mencintai kamu.  Jika kamu merasa tidak disayang lagi, butuh perhatian, pelukan dan ciuman dari mama katakan ke mama. Nanti mama akan memeluk dan mencium kamu. Kamu tidak perlu marah-marah.”

Apa yang memicu kemarahan anak?
 Inilah pertanyaan yang harus terlebih dahulu orangtua pikirkan. Apakah kejengahan, kesepian, terisolasi, gelisah, terluka atau frustrasi.  Marah adalah respon dari keadaan ini.
Marah tidak selamanya buruk. Bahkan pada suatu saat dapat menunjukkan kebaikan.  Misalnya saja ketika seorang anak dipaksa oleh temannya untuk mencuri. Anak menjadi sangat marah karena dia tahu mencuri adalah perbuatan tidak baik. Ini menunjukkan bawah anak memiliki pandangan, nilai-nilai yang dia pegang dalam kehidupannya.

Yang menjadi masalah adalah cara mengungkapkan kemarahan tersebut. Untuk itulah tugas kita sebagai orangtua adalah mengajari mereka bagaimana menguasai kemarahan tersebut. Bantulah anak mengeluarkan kemarahan tersebut sedikit-sedikit, hingga kemarahan tersebut tidak mengunung dan akhirnya meledak.

Caranya adalah sebagai berikut:
- Bicara ke anak apa yang menganggu perasaannya
- Mulailah dengan fakta. “Kamu kelihatannya sedang menghadapi masalah. Kelihatan dari wajah kamu yang cembetut.”
- Jangan memaksa anak untuk langsung bicara semua masalahnya secara tiba-tiba. Hal ini dapat membuat anak bertambah emosi.
- Focus pada perasaan anak bukan pada orang lain.

Misalnya: “Kamu marah karena mainan kamu diambil oleh temanmu. Kamu merasa dia tidak menghargai kamu.

Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari:
- Ingatlah bahwa anak mencontoh prilaku Anda sebagai orangtua. Jika saat Anda marah tidak dapat mengontrol diri, jangan harapkan anak dapat mengontrol dirinya saat dia marah
- Ajarkan anak untuk menarik nafas, menahan dan menghembuskan perlahan saat dia sedang dalam keadaan emosi. Lakukan pula hal ini untuk diri Anda, jadilah contoh untuk anak.
- Ajarkan anak sejak dini untuk mengungkapkan perasaannnya dengan kata-kata.

Misalnya:
“Oh, Kamu sedang sedih karena …..”
“Oh, Kamu kedinginan karena….”

- Tenang, jangan terpancing emosi. Saya tahu ini tidak mudah apalagi jika Anda sedang memiliki masalah. Untuk itu jika Anda dalam keadaan emosi juga sampaikan ke anak perasaan Anda.

Misalnya: “Papa tahu kamu sedang memiliki masalah. Papa ingin membantu kamu. Tetapi saat ini Papa juga sedang marah. Papa tidak ingin malah memarahi kamu. Nanti kita bicara kalau Papa dan Kamu sudah tenang.”

Anak dapat dengan mudah menangkap apa yang dirasakan oleh orangtuanya. Jika orangtua berada dalam tekanan, stress, bertengkar selalu, maka anak pun akan terkena akibatnya.

Seorang teman bercerita pada saya bahwa anaknya tiba-tiba menjadi  mudah tersinggung dan marah. Padahal saat itu dia butuh pengertian dari anak karena harus sering berada di kantor menyelesaikan tugasnya di akhir tahun. Akibatnya waktu bertemu dengan anak hanya sekejab dan waktu tersebut diisi dengan bertengkar dengan anak.

Setelah kesibukan akhir tahun berlalu, maka rutinitas teman saya kembali seperti biasa. Ajaib! Anaknya pun kembali normal, tidak mudah tersinggung dan marah seperti sebelumnya. Untuk itu jika terjadi perubahan sikap pada anak, sebagai orangtua sebaiknya kita bertanya  perubahan apa yang telah terjadi dalam kehidupa keluarga? Berikanlah kebutuhan cinta dan kasih sayang pada anak. Luangkan waktu hanya berduaan dengan anak.  Berikan, penuhi kebutuhan anak untuk didengar, ditatap matanya, disentuh dan mendengar ungkapan kasih sayang dari Anda. (MeidyaDerni.com)

0 komentar: